Sabtu, 24 September 2011

Kajian Lintas Budaya

BAHASA SEBAGAI IDENTITAS BUDAYA
(JEPANG DAN BALI)

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur diantaranya; sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Dari bahasa tersebutlah timbul berbagai istilah kebudayaan yang merupakan produk dari budaya. Berikut berbagai jenis istilah kebudayaan akibat interaksi sosial masyarakat yang dimiliki oleh dua buah budaya yang berbeda, yaitu masyarakat jepang dan masyarakat bali.

1. BUDAYA JEPANG

Budaya Jepang mencakup interaksi antara budaya asli Jomon yang kokoh dengan pengaruh dari luar negeri. Negara Cina dan Korea banyak membawa pengaruh pada perkembangan budaya Yayoi sekitar 300 SM. Gabungan tradisi budaya Yunani dan India, memengaruhi seni dan keagamaan Jepang sejak abad ke-6 Masehi, dilengkapi dengan pengenalan agama Budha sekte Mahayana. Sejak abad ke-16, pengaruh Eropa menonjol, disusul dengan pengaruh Amerika Serikat yang mendominasi Jepang setelah berakhirnya Perang Dunia II. Jepang turut mengembangkan budaya yang original dan unik, dalam seni (ikebana, origami, ukiyo-e), kerajinan tangan (pahatan, tembikar, persembahan (boneka bunraku, tarian tradisional, kabuki, noh, rakugo), dan tradisi (permainan Jepang, onsen, sento, upacara minum teh, taman Jepang), serta makanan Jepang.

Kini, Jepang merupakan salah satu negara pengekspor budaya pop terbesar di dunia. Misalnya; Anime, manga, mode, film, kesusastraan, permainan video, dan musik Jepang mendapat sambutan hangat di seluruh dunia, terutama di negara-negara Asia yang lain. Pemuda Jepang gemar menciptakan trend baru dan kegemaran tersebut diikuti serta memengaruhi mode dan trend seluruh dunia. Pasaran anak muda yang sangat baik merupakan ujian untuk produk-produk elektronik konsumen yang baru, di mana gaya dan fungsinya ditentukan oleh pengguna Jepang, sebelum dipertimbangkan untuk diedarkan ke seluruh dunia.

Baru-baru ini Jepang mula mengekspor satu lagi komoditas budaya yang bernilai: olahragawan. Popularitas pemain bisbol Jepang di Amerika Serikat meningkatkan kesadaran warga negara Barat tersebut terhadap segalanya mengenai Jepang.

Orang Jepang biasanya gemar memakan makanan tradisi mereka. Sebagian besar acara TV pada waktu malam hari dikhususkan pada penemuan dan penghasilan makanan tradisional yang bermutu. Makanan Jepang mencetak nama di seluruh dunia dengan sushi, yang biasanya dibuat dari pelbagai jenis ikan mentah yang digabungkan dengan nasi dan wasabi. Sushi memiliki banyak penggemar di seluruh dunia. Makanan Jepang bertumpu pada peralihan musim, dengan menghidangkan mie dingin dan sashimi pada musim panas, sedangkan ramen panas dan shabu-shabu pada musim dingin.

2. BUDAYA BALI

Pulau Bali adalah bagian dari Kepulauan Sunda Kecil yang beribu kota Denpasar. Tempat-tempat penting lainnya adalah Ubud sebagai pusat seni terletak di Kabupaten Gianyar, sedangkan Kuta, Sanur, Seminyak, dan Nusa Dua adalah beberapa tempat yang menjadi tempat tujuan pariwisata, baik wisata pantai maupun tempat peristirahatan. Suku bangsa Bali dibagi menjadi 2 yaitu: Bali Aga (penduduk asli Bali biasa tinggal di daerah trunyan), dan Bali Majapahit (Bali Hindu / keturunan Bali Majapahit).

UNSUR – UNSUR BUDAYA

A. BAHASA

Bali sebagian besar menggunakan bahasa Bali dan bahasa Indonesia, sebagian besar masyarakat Bali adalah bilingual atau bahkan trilingual. Bahasa Inggris adalah bahasa ketiga dan bahasa asing utama bagi masyarakat Bali yang dipengaruhi oleh kebutuhan industri pariwisata. Bahasa Bali di bagi menjadi 2 yaitu, bahasa Aga yaitu bahasa Bali yang pengucapannya lebih kasar, dan bahasa Bali Majapahit, yaitu bahasa yang pengucapannya lebih halus.

B. PENGETAHUAN

Banjar adalah suatu bentuk kesatuan-kesatuan sosial yang didasarkan atas kesatuan wilayah. Kesatuan sosial tersebut diperkuat oleh kesatuan adat dan upacara keagamaan. Banjar dikepalai oleh klian banjar yang bertugas sebagai menyangkut segala urusan dalam lapangan kehidupan sosial dan keagamaan serta memecahkan soal-soal yang mencakup hukum adat tanah, dan hal-hal yang sifatnya administrasi pemerintahan.

C. TEKNOLOGI

Masyarakat Bali telah mengenal dan memiliki sistem pengairan yang disebut sistem subak. Subak ini yang mengatur pengairan dan penanaman padi di sawah-sawah. Masyarakat Bali juga sudah mengenal arsitektur yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan yang menyerupai bangunan Feng Shui. Arsitektur merupakan ungkapan perlambang komunikatif dan edukatif. Bali juga memiliki senjata tradisional yaitu salah satunya keris. Selain untuk membela diri, menurut kepercayaan bila keris pusaka direndam dalam air putih dapat menyembuhkan orang yang terkena gigitan binatang berbisa.

D. ORGANISASI SOSIAL

a). Perkawinan

Penarikan garis keturunan dalam masyarakat Bali mengarah pada sistem patrilineal. Sistem kasta sangat memengaruhi proses berlangsungnya suatu perkawinan, karena seorang wanita yang kastanya lebih tinggi kawin dengan pria yang kastanya lebih rendah tidak dibenarkan karena terjadi suatu penyimpangan, yaitu akan membuat malu keluarga dan menjatuhkan gengsi seluruh kasta dari anak wanita.

b). Kekerabatan

Adat menetap di Bali sesudah menikah mempengaruhi pergaulan kekerabatan dalam suatu masyarakat. Ada 2 macam adat menetap yang sering berlaku di Bali yaitu adat virilokal yaitu adat yang membenarkan pengantin baru menetap disekitar pusat kediaman kaum kerabat suami dan adat neolokal yaitu adat yang menentukan pengantin baru tinggal sendiri ditempat kediaman yang baru. Di Bali ada 3 kelompok klen utama (triwangsa) yaitu: Brahmana sebagai pemimpin upacara, Ksatria yaitu : kelompok-klompok khusus seperti arya Kepakisan dan Jaba yaitu sebagai pemimpin keagamaan.

c). Kemasyarakatan

Desa, suatu kesatuan hidup komunitas masyarakat bali mencakup pada 2 pengertian yaitu : desa adat dan desa dinas (administratif). Keduanya merupakan suatu kesatuan wilayah dalam hubungannya dengan keagamaan atau pun adat istiadat, sedangkan desa dinas adalah kesatuan admistratif. Kegiatan desa adat terpusat pada bidang upacara adat dan keagamaan, sedangkan desa dinas terpusat pada bidang administrasi, pemerintahan dan pembangunan.

E. MATA PENCAHARIAN

Pada umumnya masyarakat bali bermata pencaharian bercocok tanam. Pada dataran yang curah hujannya yang cukup baik, peternakan terutama sapi dan babi sebagai usaha penting dalam masyarakat pedesaan di Bali. Perikanan darat maupun laut merupakan mata pencarian sambilan masyarakat pesisir. Disamping itu pula, ada pula kerajinan meliputi kerajinan pembuatan benda anyaman, patung, kain, ukir-ukiran, percetakaan, pabrik kopi, pabrik rokok, dll. Usaha dalam bidang ini untuk memberikan lapangan pekerjaan bagi penduduk disekitarnya. Karena banyak wisatawan yang mengunjungi bali maka timbullah usaha perhotelan, perjalanan wisata, dan toko kerajinan tangan.

F. RELIGI

Agama yang di anut oleh sebagian orang Bali adalah agama Hindu sekitar 95% dari jumlah penduduk Bali, sedangkan sisanya 5% adalah penganut agama Islam, Kristen, Katholik, Budha, dan Kong Hu Cu. Tujuan hidup ajaran Hindu adalah untuk mencapai keseimbangan dan kedamaian hidup lahir dan batin. Orang Hindu percaya adanya 1 Tuhan dalam bentuk konsep Trimurti, yaitu wujud Brahmana (sang pencipta), wujud Wisnu (sang pelindung dan pemelihara), serta wujud Siwa (sang pelebur). Tempat sembahyang masyarakat bali disebut pura. Tempat-tempat pemujaan leluhur disebut sanggah. Kitab suci agama Hindu adalah weda yang berasal dari India.

G. KESENIAN

Kebudayaan kesenian di bali digolongkan menjadi 3 golongan utama yaitu seni rupa misalnya seni lukis, seni patung, seni arsistektur, seni pertunjukan misalnya seni tari, seni sastra, seni drama, seni musik, dan seni audiovisual misalnya seni video dan film.

NO.

ISTILAH BUDAYA JEPANG

ISTILAH BUDAYA BALI

1.

Konnichi wa

Om Suastiastu

2.

Tenno/tengoku

Swarga/Swarga Loka

3.

Naraku/ Jigoku

Neraka

4.

Joya no Kane

Pengrupukan

5.

Arigatou Gozaimasu

Suksma

PENJELASAN MASING-MASING ISTILAH

Istilah Budaya Jepang

1. Konnichiwa

Konnichiwa atau konnichi ha adalah salah satu salam yang digunakan oleh masyarakat di Jepang. Istilah ini memiliki dua pengertian antara lain, ketika "wa" digunakan sebagai sebuah partikel, ia ditulis dalam hiragana sebagai "ha." "Konnichiwa" sekarang menjadi salam tetap oleh masyarakat Jepang ketika menyapa sesamanya kapan dan dimanapun juga serta bersifat universal. Namun, pada sore hari istilah ini juga digunakan yang berarti "Hari ini adalah ~ (Konnichi wa ~)" dan "wa" berfungsi sebagai sebuah partikel.

2. Tenno/Tengoku

Tenno (天の)atau(天国) adalah sebutan untuk istilah surga dalam Bahasa Indonesia pada umumnya. Untuk penyebutan istilah kaisar di jepang ada juga yang menggunakan kanji dari ten (surga) yaitu 天皇(tennou. Ten ()=surga/langit, Nou ()=kaisar. Sebuah kepercayaan di Jepang menyebutkan bahwa kaisar adalah keturunan dari Dewi Ameterasu yang berasal dari surga. Sehingga masyarakat Jepang sangat menjunjung tinggi dan sangat setia terhadap kaisar.

3. Naraku/Jigoku

Naraku (奈落)atau Jigoku (地獄) adalah istilah neraka dalam Bahasa Indonesia. Naraku berasal dari dua buah kanji yaitu nara yang artinya nama daerah di Jepang dan ku (dari kata ochiru) yang artinya jatuh. Jadi, Naraku artinya jatuh ke daerah Nara. Sedangkan Jigoku yang terdiri dari kanji Ji () yang berarti tanah dan Goku () yang berarti penjara. Dari dua buah kanji itu dapat diambil sebuah pengertian bahwa persepsi masyarakat jepang terhadap tempat hukuman untuk orang-orang yang berbuat jahat ketika hidup akan dihukum pada saat meninggal di dalam tanah (ketika dikubur).

4. Joya (Tahun Baru) no Kane (Lonceng)

Sebelum tengah malam pada Malam Tahun Baru, kuil lonceng di seluruh Jepang mulai dibunyikan secara perlahan sebanyak 108 kali. Upacara ini disebut joya-no-kane. Orang-orang di Jepang menyambut tahun baru dengan mendengarkan suara lonceng kuil ini yang bertujuan untuk memurnikan diri dari 108 keinginan duniawi.

5. Arigatou Gozaimasu

Arigatou gozaimasu dalam istilah Bahasa Indonesia berarti terima kasih. Berasal dari urat kata ari (aru) yang artinya ada, ga (partikel), dan tai (katai) yang artinya keras atau sulit. Sedangkan gozaimasu sebagai petanda pada ranah formal. Jadi secara harfiah arigatou gozaimasu artinya menerima hal yang sulit untuk dapat mengadakannya. Istilah arigatou sangat jarang ditulis dengan huruf kanji (有り難う) karena terkadang menghilangkan makna sebenarnya.

Istilah Budaya Bali

1. Om Suastiastu

Salam Om Swastyastu yang ditampilkan dalam bahasa Sansekerta dipadukan dari tiga kata yaitu: Om, swasti dan astu. Istilah Om ini merupakan istilah sakral sebagai sebutan atau seruan kepada Tuhan Yang Mahaesa. Setelah mengucapkan Om dilanjutkan dengan kata swasti. Dalam bahasa Sansekerta kata swasti artinya selamat atau bahagia, sejahtera. Kata astu sebagai penutup ucapan Swastyastu itu berarti semoga. Dengan demikian Om Swastyastu berarti: Ya Tuhan semoga kami selamat. Tentu, tidak ada manusia yang hidup di dunia ini tidak mendambakan keselamatan atau kerahayuan di bumi ini.

Jadi, salam Om Swastyastu itu, meskipun ia terkemas dalam bahasa Sansekerta bahasa pengantar kitab suci Veda, makna yang terkandung di dalamnya sangatlah universal. Pada hakikatnya semua salam yang muncul dari komunitas berbagai agama memiliki arti dan makna yang universal. Yang berbeda adalah kemasan bahasanya sebagai ciri khas budayanya. Dengan Om Swastyastu itu doa dipanjatkan untuk keselamatan semua pihak tanpa terkecuali.

2. Swarga Loka

Secara harfiah, Swarga berasal dari kata Sanserketa “svar” dan “ga”. “Svar” artinya cahaya dan “ga” artinya pergi. Jadi svarga artinya perjalanan menuju cahaya. Di dalam Weda juga dikatakan bahwa Swarga adalah “dunia ketiga” yang penuh sinar dan cahaya. Dalam tradisi agama Hindu umumnya, para Dewa (atau "Deva", "Daiwa") adalah manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa (Brahman) tinggal disana. Tempat tinggal para dewa itu diistilahkan Swarga Loka (alam para dewa).

Dalam kitab suci Hindu dikatakan bahwa Sorga merupakan persinggahan sementara. Bahkan, menurut Swami Dayananda Saraswati, Sorga adalah pengalaman liburan. Bhagawad Gita dalam hal ini mengatakan:”setelah menikmati Sorga yang luas, mereka kembali ke dunia. Swarga adalah kesenangan sementara, sedangkan kebahagiaan yang sejati adalah Moksha, bersatunya Atman (Jiwa) dengan Brahman (Sang Pencipta)

3. Neraka

Di dalam Hindu sangat sedikit mantra ataupun sloka yang menjelaskan kosep Neraka mengingat Hindu mengakui terjadinya reinkarnasi atau proses kelahiran kembali dan konsep Moksha. Di Hindu Neraka dikatakan merupakan balasan yang diterima pada saat reinkarnasi atau dalam proses kelahiran kembali. Di dalamnya kita di berikan dua pilihan yang berdasar pada perbuatan kita pada masa hidup terdahulu, yaitu reinkarnasai Sorga atau reinkarnasi Neraka.

Reinkarnasi Sorga ada dalam proses kelahiran kembali kita mendapatkan takdir yang lebih baik, sedangkan reinkarnasi Neraka apabila kita dilahirkan dengan takdir yang lebih buruk. Di Hindu kelainan fisik pada saat kelahiran dapat dijelaskan sebagai sebuah bentuk penebusan terhadap segala perbuatan yang buruk yang pada masa hidup yang pernah di lakukan.

4. Pengrupukan

Sehari sebelum Nyepi, yaitu pada "panglong ping 14 sasih kesanga" umat Hindu melaksanakan upacara Butha Yadnya. Melakukan upacara mecaru yang dilanjutkan dengan upacara pengerupukan, yaitu : menyebar-nyebar nasi tawur, mengobori-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesui, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh. Tahapan ini dilakukan untuk mengusir Bhuta Kala dari lingkungan rumah, pekarangan, dan lingkungan sekitar.

Khusus di Bali, pada pengrupukan ini biasanya dimeriahkan dengan pawai ogoh-ogoh yang merupakan perwujudan Bhuta Kala yang diarak keliling lingkungan, dan kemudian dibakar. Tujuannya sama yaitu mengusir Bhuta Kala dari lingkungan sekitar.

5. Suksma

Menurut Weda Parikrama, “suksma” tidak berarti terima kasih, tetapi artinya: “wujud Sanghyang Widhi sebagai Yang Maha Kuasa”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar