Sabtu, 24 September 2011

Filsafat Ilmu

RELASI MAKNA ANTARA ESTETIKA, ETIKA, DAN FILSAFAT ILMU

PENGERTIAN ESTETIKA

Estetika berasal dari Bahasa Yunani, dibaca aisthetike. Estetika adalah salah satu cabang filsafat. Estetika adalah sebuah filosofi yang mempelajari nilai-nilai sensoris, yang kadang dianggap sebagai penilaian terhadap sentimen dan rasa. Estetika merupakan cabang yang sangat dekat dengan filosofi seni.

Meskipun awalnya sesuatu yang indah dinilai dari aspek teknis dalam membentuk suatu karya, namun perubahan pola pikir dalam masyarakat akan turut memengaruhi penilaian terhadap keindahan. Misalnya pada masa romantisme di Perancis, keindahan berarti kemampuan menyajikan sebuah keagungan. Pada masa realisme, keindahan berarti kemampuan menyajikan sesuatu dalam keadaan apa adanya. Pada masa maraknya de Stijl di Belanda, keindahan berarti kemampuan mengomposisikan warna dan ruang dan kemampuan mengabstraksi benda.

PENGERTIAN ETIKA

Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani, “ETHOS” yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antar sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.

Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut dalam bentuk saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain.

Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita.

PENGERTIAN FILSAFAT

Istilah filsafat berasal bahasa Yunani : ”philosophia”. Seiring perkembangan jaman akhirnya dikenal juga dalam berbagai bahasa, seperti : ”philosophic” dalam kebudayaan bangsa Jerman, Belanda, dan Perancis; “philosophy” dalam bahasa Inggris; “philosophia” dalam bahasa Latin; dan “falsafah” dalam bahasa Arab

Secara umum,filsafat adalah pandangan hidup seseorang atau sekelompok orang yang merupakan konsep dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan. Filsafat juga diartikan sebagai suatu sikap seseorang yang sadar dan dewasa dalam memikirkan segala sesuatu secara mendalam dan ingin melihat dari segi yang luas dan menyeluruh dengan segala hubungan.

Pengertian Filsafat Ilmu dari beberapa ahli :

1. Robert Ackerman philosophy of science in one aspect as a critique of current scientific opinions by comparison to proven past views, but such aphilosophy of science is clearly not a discipline autonomous of actual scientific paractice”.

Filsafat ilmu adalah suatu tinjauan kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dengan perbandingan terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari kumpulan pendapat-pendapat. Tetapi, filsafat ilmu jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari praktek ilmiah secara aktual.

2. Lewis White BeckPhilosophy of science questions and evaluates the methods of scientific thinking and tries to determine the value and significance of scientific enterprise as a whole.

Filsafat ilmu membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta mencoba menemukan dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.

3. A. Cornelius BenjaminThat philosopic disipline which is the systematic study of the nature of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in the general scheme of intellectual discipines.

Cabang pengetahuan yang menelaah filsafat secara sistematis mengenai ilmu, khususnya metode-metodenya, konsep-konsepnya dan anggapan-anggapan, serta letaknya dalam kerangka umum cabang-cabang pengetahuan intelektual”.

4. Michael V. BerryThe study of the inner logic if scientific theories, and the relations between experiment and theory, i.e. of scientific methods”.

Penelaahan tentang logika interen dari teori-teori ilmiah dan hubungan-hubungan antara percobaan dan teori, yakni tentang metode ilmiah.

5. May Brodbeck Philosophy of science is the ethically and philosophically neutral analysis, description, and clarifications of science.”

Analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan – landasan ilmu.

6. Peter Caws Philosophy of science is a part of philosophy, which attempts to do for science what philosophy in general does for the whole of human experience. Philosophy does two sorts of thing: on the other hand, it constructs theories about man and the universe, and offers them as grounds for belief and action; on the other, it examines critically everything that may be offered as a ground for belief or action, including its own theories, with a view to the elimination of inconsistency and error”.


Filsafat ilmu merupakan suatu bagian filsafat, yang mencoba berbuat bagi ilmu. Pada umumnya filsafat berkaitan dengan seluruh pengalaman manusia. Filsafat melakukan dua macam hal : disatu pihak, yakni membangun teori-teori tentang manusia dan alam semesta, dan menyajikannya sebagai landasan-landasan bagi keyakinan dan tindakan; di lain pihak, filsafat memeriksa secara kritis segala hal yang dapat disajikan sebagai suatu landasan bagi keyakinan atau tindakan, termasuk teori-teorinya sendiri, dengan harapan pada penghapusan ketidakajegan dan kesalahan”.

7. Stephen R. ToulminAs a discipline, the philosophy of science attempts, first, to elucidate the elements involved in the process of scientific inquiry observational procedures, patens of argument, methods of representation and calculation, metaphysical presuppositions, and so on and then to veluate the grounds of their validity from the points of view of formal logic, practical methodology and metaphysics”.

Sebagai suatu cabang ilmu, filsafat ilmu mencoba pertama-tama menjelaskan unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelidikan ilmiah prosedur-prosedur pengamatan, pola-pola perbincangan, metode-metode penggantian dan perhitungan, pra-anggapan-pra-anggapan metafisis, dan seterusnya dan selanjutnya menilai landasan-landasan bagi kesalahannya dari sudut-sudut tinjauan logika formal, metodologi praktis, dan metafisika.

Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengakaji hakikat ilmu.

HUBUNGAN ESTETIKA, ETIKA, DAN FILSAFAT ILMU

Sekitar 500 – 300 SM, pemikir dari jaman yunani, seperti Socrates, Plato, Aristoteles, Plotinus, dan St. Agustinus. Mereka membicarakan seni dalam kaitannya tentang dengan filsasat “keindahan“. Pembahasan tentang seni masih dihubungkan dengan pembahasan tentang keindahan. Inilah sebabnya pengetahuan ini disebut filsafat keindahan, termasuk di dalamnya keindahan alam dan keindahan karya seni.

Keindahan merupakan pengertian yang didalamnya tercakup sebagai aktivitas kebaikan (etika). Plato misalnya menyebutkan tentang watak yang indah dan hukum yang indah, sedangkan Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang selain baik juga menyenangkan. Plotinus menulis tentang ilmu yang indah dan kebajikan yang indah. Berbicara mengenai buah pikiran yang indah dan adat kebiasaan yang indah. Bangsa yunani membedakan pengertian keindahan dalam arti estetis yang disebutnya “symmetria khusus untuk keindahan berdasarkan penglihatan (seni rupa) dan ‘’harmonia untuk keindahan berdasarkan pendengaran (musik). Sehingga pengertian keindahan dapat saja meliputi : keindahan seni, keindahan alam, keindahan moral, keindahan intelektual.

Keindahan secara murni, menyangkut pengalaman estetis seseorang dalam kaitannya dengan sesuatu yang dihayatinya. Sedangkan keindahan secara sempit menyangkut benda-benda yang dihayati melalui indera. Ciri-ciri umum yang ada pada semua benda dianggap indah dan kemudian menyamakan ciri-ciri atau kwalitas hakiki itu dengan pengertian keindahan. Ciri umum tersebut adalah sejumlah kwalitas yang secara umum disebut unity, harmony, symmetry, balance dan contrast. Ciri-ciri tersebut dapat dinyatakan bahwa keindahan merupakan suatu cermin dari unity, harmony, symmetry, balance dan contrast dari garis, warna, bentuk, nada dan kata-kata.

Jadi filsafat ilmu adalah ilmu yang mempelajari tentang perangkat pengetahuan yang dimiliki oleh manusia yang mampu membedakan benar-salah, baik-buruk, indah-jelek, yang didalamanya mengandung unsur etika dan estetika. Dalam filsafat ilmu juga dibedakan antara unsur epistemologi (sumber kebenaran, misalnya : Tuhan, Agama, serta kitab sucinya bagi yang mempercayai-Nya), akseologi (kebenaran yang kongkret-dapat berupa etika), dan ontologi (kebenaran yang ada pada setiap manusia-dapat berupa estetika). Etika dan estetika sama-sama merupakan bagian dari filsafat ilmu yang diantara keduanya juga memiliki hubungan yang selaras, yaitu sama-sama didukung oleh rasa.

Rasa= ESQ= Emotional and Spiritual Quotient, merupakan kemampuan emosi dan kerohanian seseorang, berkaitan dengan empati, simpati dan kebatinan seseorang. Dalam membangun atau melihat sebuah etika dan estetika, ESQ lebih berperan daripada IQ. Dengan rasa, intuisi seseorang untuk menghasilkan etika dan estetika, akan terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

Abdulrahim Imaduddin, Muhammad. (1988), Kuliah Tawhid, Bandung : Yayasan Pembina Sari Insani (Yaasin)

Filsafat_ Ilmu, http://members.tripod.com/aljawad/artikel/filsafat_ilmu.htm.

http://id.wikipedia.org/wiki/Estetika#Etimologi (19 maret 2011)

Jujun S. Suriasumantri, (1982), Filsafah Ilmu : Sebuah Pengantar Populer, Jakarta : Sinar Harapan.

Moh. Nazir, (1983), Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia.

Sanusi, Achmad. (1999), Titik Balik Paradigma Wacana Ilmu : Implikasinya Bagi Pendidikan, Makalah, Jakarta : Majelis Pendidikan Tinggi Muhammadiyah.

BAHASA DAERAH DALAM KHASANAH BUDAYA INDONESIA

BAHASA DAERAH DALAM KHASANAH BUDAYA INDONESIA

OLEH

NGURAH INDRA PRADHANA

180520100502

Keanekaragaman budaya dan bahasa daerah mempunyai peranan dan pengaruh terhadap bahasa Indonesia dikarenakan masyarakat dalam berkomunikasi setiap hari lebih cenderung menggunakan bahasa daerah dibandingkan menggunakan bahasa Indonesia yang baku dan merasa canggung apabila bahasa Indonesia itu digunakan untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

Di Indonesia terdapat ribuan bahasa daerah yang tersebar di seluruh nusantara. Di seluruh Indonesia terdapat 726 bahasa daerah. Berdasarkan distribusi geografis di Jawa, Madura, dan Bali terdapat 19 bahasa daerah, Sumatera terdapat 52 bahasa, Nusa tenggara 68 bahasa, Kalimantan 82 bahasa, Sulawesi 114 bahasa, Maluku 131 bahasa, dan Papua 265 bahasa. (http://www.bakosurtanal.go.id)

Salah satu bahasa daerah yang ikut mewarnai khasanah budaya Indonesia adalah bahasa Bali. Berikut tabel istilah dalam bahasa bali serta pegertiannya dalam bahasa Indonesia.

NO.

ISTILAH BAHASA BALI

PENGERTIAN DALAM BAHASA INDONESIA

1.

Megibung

Makan bersama dalam satu piring atau tempat makan.

2.

Magebagan

Berkumpul untuk tujuan tertentu dalam satu malam. Contoh: melayat

3.

Metanding

Menyiapkan persembahan kepada Tuhan

4.

Meboros

Pergi ke suatu tempat untuk berburu hewan tangkapan.

5.

Ipil-ipil

Mencari/mengumpulkan sesuatu untuk keperluan memasak.

6.

Medelokan

Berkunjung ke tempat tetangga yang sedang mengadakan hajatan dengan membawa hasil bumi.

7.

Ngopin

Membantu tetangga dalam menyelenggarakan sebuah upacara.

8.

Ngayah

Kerja bakti dengan tulus ikhlas. Biasanya diselenggarakan di pura.

9.

Melukat

Membersihkan diri ke pantai atau dengan bantuan orang suci.

10.

Maturan

Mempersembahkan segala sarana upacara kepada Tuhan.

Selain bahasa Bali, ada juga beberapa bahasa daerah yang memiliki istilah yang sama namun memiliki arti atau makna yang sangat berbeda.

Contoh :

1. suwek dalam bahasa Sekayu (Sumsel) bermakna tidak ada
suwek dalam bahasa Jawa bermakna sobek

2. kenek dalam bahasa Batak bermakna kernet (pembantu sopir)
kenek dalam bahasa Jawa bermakna kena

3. abang dalam bahasa Batak dan Jakarta bermakna kakak
abang dalam bahasa Jawa bermakna merah

Melalui beberapa contoh itu ternyata penggunaan bahasa daerah memiliki tafsiran yang berbeda dengan bahasa lain. Jika hal tersebut digunakan dalam situasi formal seperti seminar, lokakarya, simposium, proses belajar mengajar yang pesertanya beragam daerahnya akan memiliki tafsiran makna yang beragam. Jadi sebaiknya pada situasi formal dan melibatkan masyarakat dari berbagai daerah sebaiknya menggunakan bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia untuk mengurangi terjadinya kesalahpahaman dalam penerimaan suatu istilah kebahasaan.